Jangan sampai ada lagi yang namanya gizi buruk. Tidak ada anak yang sepantasnya kekurangan gizi di negara berpendapatan menengah seperti sekarang ini.”

(Presiden RI Ir. Joko Widodo, 2017)

Indonesia menduduki peringkat kelima dengan stunting terbanyak di dunia. Sekitar 8.8 juta balita mengalami stunting atau setara dengan 23.7 % balita Indonesia. Stunting memang menjadi sorotan program pemerintah dalam perbaikan gizi nasional. Stunting sendiri merupakan salah satu dari permasalahan kekurangan gizi utama yang sering ditemukan pada balita. Hal ini terjadi karena kekurangan gizi kronis pada waktu lama (dari dalam kandungan hingga usia 2 tahun) di awal masa pertumbuhan akibat kemiskinan atau pun pola asuh yang tidak tepat. Dikutip oleh Ir. Ahmad Syafiq, MSc, PhD., Ketua PKGK, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, stunting di usia <1 tahun biasanya diakibatkan oleh masalah asupan gizi yang rendah, sementara apabila terjadi >1 tahun penyebabnya bisa berasal dari infeksi atau sanitasi.

Selanjutnya stunting juga dapat berdampak pada kegagalan pertumbuhan, keterlambatan kognitif anak, serta produktivitas yang rendah, daya tahan tumbuh rendah sehingga berdampak pada resiko gangguan metabolik serta bisa memicu kejadian penyakit tidak menular saat dewasa seperti diabetes tipe 2, stroke, penyakit jantung, dan lain sebagainya. Hal ini tak hanya berdampak pada masa depan anak, namun juga masa depan bangsa. Stunting memengaruhi kualitas dan kuantitas SDM yang mampu berkembang dan berkontribusi untuk bangsa, sehingga hal ini merupakan masalah serius yang perlu secepatnya diselesaikan.

Lalu bagaimana apabila anak sudah terlanjur stunting/pendek ? Ilmuan membuktikan bahwa perkembangan otak manusia dapat mencapai 80% pada usia 3 tahun. Walaupun pemberian nutrisi yang baik pada fase growth sputrs (puncak laju pertumbuhan) dapat dicapai hingga usia 9 – 12 tahun sehingga tinggi badan anak dapat dikejar, namun tidak dengan perkembangan kognitif otak. Dengan demikian kecerdasan anak penderita stunting terancam tidak berkembang maksimal.

Melalui Peraturan Presiden nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, pemerintah sendiri telah memfokuskan UU ini pada gizi 1000 Hari  Pertama Kehidupan (HPK). Berkaitan dengan stunting yang terjadi akibat kekurangan asupan gizi kronis pada 1000 HPK, Perpres tersebut diharapkan mampu salah satunya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta partisipasi masyarakat untuk menerapkan norma-norma sosial yang mendukung perilaku sadar gizi melalui beberapa kegiatan seperti intervensi gizi langsung (Spesifik), kampanye, diskusi, pelatihan, dan lain sebagainya.

Gerakan tersebut juga mengedepankan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui partisipasi serta kepedulian unsur-unsur masyarakat dan pejabat daerah dengan koordinasi dan rencana yang baik. Hal ini juga sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 tantang perbaikan gizi khususnya stunting. Selanjutnya dapat kita lihat hasil dari program-program pemerintah Indonesia dalam menghadapi stunting.

Sejak tahun 1960, 25 Januari telah diperingati sebagai Hari Gizi Nasional. Tahun ini HGN mengusung tema besar, yaitu “ Membangun Gizi Menuju Bangsa Sehat Berprestasi” dengan subtema “Mewujudkan Kemandirian Keluarga dalam 1000 Hari Pertama Kehiduoan (HPK) untuk Pencegahan Stunting,”. Benar apa yang dikatakan Presiden Indonesia dalam pidatonya saat Rakerkesnas 28 Februari 2017, bahwa tidak ada anak yang pantas kekurangan gizi di negara ini.

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016, menyebutkan prevalensi balita pendek menjadi 29 %. Hal ini merupakan penurunan dari data hasil Rikesdas 2013 sebanyak 37.2 % untuk balita stunting. Kami belum menjumpai data yang sama dalam perhitungan, sehingga kami memilih 2 sumber data yang berbeda. Penurunan juga terjadi pada prevalensi ibu hamil risiko Kurang Energi Kronis (KEK), yaitu menjadi sebesar 16.2 % (PSG 2016) dari semula 24.2 % (Rikesdas, 2013). Hal ini menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dari upaya pemerintah beserta jajarannya dalam pencegahan stunting.

Penegahan dan penangan masalah gizi nasional termasuk stunting bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, namun juga memerlukan dukungan dan partisipasi masyarakat serta pemangku jabatan seluruh lapisan yang terorganisir dan terencana dalam gerakan nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang terfokus pada prioritas seribu hari pertama kehidupan. Stunting tidak hanya berdampak pada masa depan anak, namun juga pada masa depan generasi bangsa yang kelak akan meneruskan estafet perjuangan menuju bangsa yang sejahtera dan berkeadilan sosial.

 

 

Sumber :

http://www.who.int/nutrition/global-target-2025/en/

http://www.otcdigest.id/ulasan/ancaman-stunting-anak-indonesia

https://jurnal.ugm.ac.id/jgki/article/view/18881/12191

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160218202959-255-111943/stunting-prioritas-utama-masalah-gizi-indonesia

http://megapolitanpos.com/detail/5378/hari-gizi-nasional-2018-soroti-masalah-stunting

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.