KASTRAD – HIMAGIKA. Kunci kesuksesan Inisiasi Menyusui Dini adalah adanya dukungan dari berbagai pihak, tanpa terkecuali tenaga kesehatan seperti Ahli Gizi dan Bidan. Pada peringatan Pekan Asi Sedunia yakni 1- 7 Agustus yang lalu, Divisi Kastrad berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan Dosen Departemen Gizi Kesehatan FK-KMK Aviria Ermamilia, M.Gizi dan Bidan Teladan Nasional Tahun 2016 Sukani Edi, S.ST, M.Kes.
Kompak mengusung pentingnya pelaksaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), Beliau menyatakan pentingnya ASI yang diberikan kurang dari satu jam pasca melahirkan sebagai bentuk peningkatan bonding dan untuk melatih ‘rasa juang’ bayi untuk mencari puting ibu secara mandiri. Hal ini yang juga harus diluruskan kepada masyarakat bahwa, IMD adalah keadaan dimana bayi menyusu bukan disusui oleh ibu.
Proses IMD seperti yang disampaikan oleh Sukani Edi bukanlah hal yang mudah. Dari skala satu hingga sepuluh bahkan tingkat keberhasilannya hanya satu hingga dua. Hal ini disebabkan oleh banyak factor, berkaca pada pengalaman beliau bahwa tidak semua proses kelahiran disamarakatan. Ada keadaan dimana bayi yang tidak responsive untuk mencari putting ibu atau kondisi ibu yang terlalu lelah pasca melahirkan. Belum lagi, tingkat pengetahuan ibu yang cukup mengenai pelaksanaan IMD. Pun tidak semua bidan dan tenaga kesehatan juga memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai IMD, padahal merekalah ujung tombak dari suksesnya hal ini.
Ada pula beberapa pengalaman yang sempat beliau utarakan bahwa, tidak semua ibu siap berjuang untuk memberikan ASI pertamanya dan lebih memilih untuk sang bayi segera dibersihkan. Hal yang perlu diketahui adalah selama bayi dalam keadaan sehat dan responsive, pasca bayi dilahirkan maka telapak tangannya secara mandiri telah memiliki aroma yang sama dengan ASI. Sehingga, dapat secara mandiri mencari putting ibu ketika diletakkan di atas perutnya.
Dari segi nutrisi, Aviria Ermamilia menegaskan bahwa selain mengandung kolostrum yang hanya keluar satu kali, kesuksesan IMD memiliki korelasi hingga delapan kali lebih besar untuk juga sukses dalam melangsungkan Program ASI Eksklusif. Apabila diproyeksikan lebih lanjut di masa yang akan datang suksesnya ASI Eksklusif diera serba berkemajuan ini juga berdampak positif terhadap penurunan angka stunting yang sempat diberi predikat Kejadian Luar Biasa di Suku Asmat.
Data oleh Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013 menunjukkan cakupan IMD hanya 34,5%. Hal ini semakin mendukung pernyataan mengenai skor keberhasilan IMD oleh Sukani Edi yang masih rendah. Belum lagi beberapa promosi-promosi yang gencar tentang pemberian susu formula yang secara gamblang dikatakan mampu ‘menggemukkan’ bayi sehingga terlihat ‘lebih sehat’ dan disukai oleh masyarakat. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kondisi psikologis ibu, sehingga tidak mengganggap IMD dan ASI eksklusif sebagai prioritas.
Tidak hanya kompak mengatakan IMD sebagai prioritas. Sukani Edi dan Aviria Ermamilia sebagai kalangan cendekia dan tenaga kesehatan juga berupaya untuk menyukseskan IMD dengan edkasi yang harus dilakukan sejak pra-konsepsi (pra-nikah) kepada para calon pengantin. Serta sebagai bidan juga harus memberikan pendampingan saat proses melahirkan hingga pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dengan sabar dan telaten. Hal ini menjadi penting dengan harapan bahwa selama sang ibu tdak dalam keadaan mendesak (tidak dalam keadaan sakit, pendarahan berlebih, dan operasi sesar bujur) maka, ibu harus megutamakan sang bayi. Bahwa sang bayi harus memperoleh ASI pertama hingga nantinya dengan sukses melakukan program ASI eksklusif di periode emasnya.
Semua pihak harus mensuskeskan pelaksanaan ASI, tidak mungkin tidak!. Minimal masyarakat tahu, memahami, dan mendukung IMD hingga nantinya juga mampu mendorong suksesnya pemberian ASI ekslklusif termasuk beberapa sarana seperti ruang laktasi dan Pojok ASI di rumah bersalin. Karena pelaksaan IMD tidak semata hanya kewajiban sang ibu melainkan juga tanggung jawab dari seluruh pihak untuk menyokong kemajuan Negara Indonesia melalui generasi emas.